Kamis, 28 Oktober 2010

Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan Fungsi Pelayanan Yang Dilakukan Oleh Aparat Pemerintah

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Jean Jacques Rousseau dalam bukunya yang berjudul Contract Sosial berteori, bahwa Negara terjadi karena adanya perjanjian masyarakat. Ditegaskan selanjutnya, bahwa esensi dari perjanjian masyarakat ini adalah menemukan suatu kesatuan, yang membela dan melindungi kekuasaan bersama, disamping kekuasaan pribadi dan milik setiap individu. Dengan demikian terciptalah suatu kesatuan di antara anggota masyarakat. Meskipun demikian hak-hak individu tetap dihormati, sehingga kebebasan individu ini tetap terjamin.
Hakekatnya, dengan diwujudkannya perjanjian masyarakat ini, yang dilepas oleh setiap individu dan diserahkan kepada kesatuannya itu, hanyalah kekuasaan/beberapa kekuasaan saja, bukan kedaulatannya. Oleh karenanya, dengan adanya  perjanjian masyarakat tersebut timbulah dua fenomena, yakni : pertama, terbentuknya kemauan umum (volonte general), yakni kesatuan dari kemauan setiap individu yang telah menyelenggarakan perjanjian masyarakat tersebut, kedua, terbentuknya masyarakat (gemeinschaft), yakni kesatuan dari orang-orang yang menyelenggarakan perjanjian masyarakat tersebut.
Dalam perkembangannya, masyarakat tidak mungkin melaksanakan pemerintahan, melainkan hanya sebagai pemegang kedaulatan. Dalam hal ini rakyat menyerahkan hak tersebut kepada raja atau penguasa guna melaksanakan fungsi pemerintahan/melaksanakan undang-undang. Pemerintah adalah suatu badan di dalam Negara yang tidak berdiri sendiri, melainkan bersandar kepada rakyat yang berdaulat. Kemauan yang dimiliki oleh pemerintah disebut volonte de corps, karena pemerintah terdiri dari sekelompok manusia tertentu yang dipercaya oleh rakyat. Pemerintah/penguasa dalam melaksanakan fungsinya harus dapat memahami kehendak masyarakat (volonte generale) yang berarti ada suatu kewajiban bagi penguasa untuk selalu mengusahakan agar kepentingan masyarakat terpenuhi.[1]
Pemerintah sebagai eksekutif mempunyai dua fungsi yaitu besturen functie (fungsi memerintah/fungsi pokok) dan verzorgen functie (fungsi pelayanan). Kedua fungsi tersebut mempunyai peranan berbeda dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Fungsi memerintah merupakan fungsi pokok yang harus dilaksanakan sendiri oleh pemerintah dan tidak boleh diwakilkan. Setiap negara pasti melaksanakan fungsi ini, sebab pelaksanaan fungsi ini merupakan causa prima jalannya roda pemerintahan. Dengan perkataan lain, tanpa adanya pelaksanaan fungsi ini, secara dejure Negara tidak aka ada[2]. Fungsi pelayanan merupakan fungsi penunjang yang sifatnya pemberian pelayanan umum/pelayanan public (public service). Fungsi pelayanan disebut juga sebagai fungsi relatif karena apabila fungsi ini tidak dilaksanakan maka roda pemerintahan masih dapat berjalan namun yang terpengaruh adalah perwujudan tujuan negara.
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa tujuan didirikan Negara Republik Indonesia, antara lain adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanat tersebut mengandung makna Negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga Negara melalui suatu sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan public yang prima dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga Negara atas barang public, jasa public, dan pelayanan administratif.[3]
Pemberian pelayanan kepada masyarakat merupakan kewajiban utama bagi pemerintah. Peranan pemerintah dalam proses pemberian pelayanan, adalah bertindak sebagai katalisator yang mempercepat proses sesuai dengan apa yang seharusnya. Dengan diperankannya pelayanan sebagai katalisator tentu saja akan menjadi tumpuan organisasi pemerintah dalam memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Oleh karena itu, pelayanan yang diberikan oleh pemerintah sebagai penyedia jasa pelayanan kepada masyakarat sangat ditentukan oleh kinerja pelayanan yang diberikan. Sejauh mana pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dapat terjangkau, mudah, cepat, dan efisien baik dari sisi waktu maupun pembiayaannya.[4]
Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai fungsi pemerintah terutama fungsi pemerintah dalam melaksanakan fungsi pelayanan, berdasar pada hal tersebut, maka makalah ini diberi judul “Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan Fungsi Pelayanan Yang Dilakukan Oleh Aparat Pemerintah”
B. Perumusan Masalah
     1. Bagaimana model pelayanan umum di Indonesia?
     2. Apa saja penyebab permasalahan pelayanan publik di Indonesia ?

BAB II
PEMBAHASAN
1.      Model Pelayanan Publik Di Indonesia
Pelayanan publik dalam perkembangannya timbul dari adanya kewajiban sebagai sebuah proses penyelenggaraan kegiatan pemerintahan baik yang bersifat individual maupun kelompok. Dalam pemberian pelayanan tidak boleh tercipta perlakuan yang berbeda, sehingga menimbulkan diskriminasi pelayanan bagi masyarakat. Selain itu, manajemen pelayanan perlu pula mendapat pembenahan melalui keterbukaan dan kemudahan prosedur, penetapan tarif yang jelas dan terjangkau, keprofesionalan aparatur dalam teknik pelayanan, dan tersedianya tempat pengaduan keluhan masyarakat (public complain), serta tersedianya sistem pengawasan terhadap pelaksanaan prosedur.[5]
        Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2004, pelayanan publik adalah segala bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hakikat pelayanan publik berdasarkan Keputusan MENPAN tersebut adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.
        Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna jasa, penyelenggara pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan yaitu sebagai berikut (Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004) :
a.       Transparansi
        Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
b.      Akuntabilitas
        Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c.       Kondisional
        Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektifitas.
d.      Partisipatif
        Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan public dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
e.       Kesamaan Hak
        Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama. golongan, gender dan status ekonomi.
f.       Keseimbangan Hak dan Kewajiban
Pemberian dan penerima pelayanan public harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.[6]
Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik atau pelayanan umum dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :
a.       Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh aparat pemerintah itu sendiri. Semua penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah yang di dalamnya pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara dan pengguna/klien mau tidak mau harus memanfaatkannya.[7] Dasar hukum pelaksanaannya adalah Hak Monopoli sebagaimana yang terdapat di dalam Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 “Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”. Tujuan monopoli disini adalah agar harga-harga barang dapat terjangkau oleh masyarakat dan agar supaya persediaan dapat diatur oleh pemerintah. Namun, segi negatif dari hak monopoli ini adalah kualitas pelayanan menurun. Misalnya adalah pelayanan transportasi kereta api berada di tangan PT.KAI, penyediaan listrik oleh PT.PLN, dan lain-lain
b.      Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh aparat pemerintah bersama swasta. Dasar hukumnya adalah kerjasama. Disini pemerintah tampil bersama pihak swasta dalam penyediaan barang dan atau jasa publik untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Misalnya adalah salah satu tujuan negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan oleh karena itu negara memberikan pelayanan pendidikan. Dalam memberikan pelayanan pendidikan tersebut, negara merangkul pihak swasta agar pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi rakyat dapat terselenggara dengan baik.
c.       Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh swasta. Disini swasta tampil sendiri dalam penyediaan barang atau jasa publik. Dasar hukumnya adalah karena adanya izin dalam arti luas. Izin dalam arti luas dapat dibedakan menjadi 4 yaitu :
(1)   Izin sempit (vergunning)
Terjadi jika pemerintah bersikap acuh tak acuh terhadap perbuatan hukum tersebut, akan tetapi membolehkan dilaksanakan perbuatan tersebut oleh warga negara asal dipenuhi syarat-syarat tertentu yang telah ditetapkan[8]
(2)   Dispensasi
Terjadi jika pada prinsipnya pemerintah bersikap menolak terhadap perbuatan tersebut, akan tetapi membolehkannya berdasarkan alasan-alasan tertentu[9]
(3)   Konsesi
Yaitu apabila pihak swasta memperoleh delegasi kekuasaan dari pemerintah untuk melakukan sebagian pekerjaan/tugas yang seharusnya dikerjakan oleh pemerintah.
Adapun tugas pemerintah adalah menyelenggarakan kesejahteraan umum. Jadi kesejahteraan/kepentingan umum harus selalu menjadi syarat utama-bukan untuk mencari keuntungan semata-mata. Pendelegasian wewenang itu diberikan karena pemerintah sendiri tidak mempunyai cukup tenaga maupun fasilitas untuk melakukannya sendiri.[10]
(4)   Lisensi
Menurut WF. Prins nama lisensi lebih tepat untuk digunakan dalam hal menjalankan sesuatu perusahaan dengan leluasa, sehingga-dan mereka yang telah memperoleh lisensi dapat menjalankan usahanya dengan leluasa[11]

2.      Penyebab Permasalahan Pelayanan Publik Di Indonesia
Dewasa ini penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada kondisi yang belum sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal ini bisa disebabkan oleh ketidaksiapan untuk menanggapi terjadinya transformasi nilai yang berdimensi luas serta dampak berbagai masalah pembangunan yang komplek. Sementara itu, tatanan baru masyarakat Indonesia dihadapkan pada harapan dan tantangan global yang dipicu oleh kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, informasi, komunikasi, transportasi, investasi, dan perdagangan.
 Kondisi dan perubahan cepat yang diikuti pergeseran nilai tersebut perlu disikapi secara bijak melalui langkah kegiatan yang terus menerus dan berkesinambungan dalam berbagai aspek pembangunan untuk membangun kepercayaan masyarakat guna mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Untuk itu, diperlukan konsepsi system pelayanan publik yang berisi nilai, persepsi, dan acuan perilaku yang mampu mewujudkan hak asasi manusia sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945 dapat diterapkan sehingga masyarakat memperoleh pelayanan sesuai dengan harapan dan cita-cita tujuan nasional.
Pelayanan publik sebagai salah satu fungsi utama pemerintah adalah upaya untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat atas pengadaan barang dan jasa yang diperlukan masyarakat. Pemenuhan kepentingan dan kebutuhan masyarakat sangat menentukan bagi kelangsungan dan tegaknya system pemerintahan. UUD 1945 mengamanatkan kewajiban pemerintah untuk memberikan kemakmuran sebesar-besarnya bagi rakyat, yaitu membangun Negara kesejahteraan dan tanggung jawab pemerintah memenuhi kebutuhan warga Negara.
Disadari bahwa kondisi aparatur Negara masih dihadapkan pada system manajemen pemerintah yang belum efisien dan lemah yang antara lain menghasilkan kualitas pelayanan publik rendah dan terjadi berbagai praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme serta mengakibatkan inefisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan.[12] Berdasarkan hasil studi salah satu kajian Komisi Hukum Nasional (KHN) mengenai Prosedur Penyampaian Keluhan Publik, diketahui bahwa permasalahan pelayanan publik di Indonesia disebabkan oleh tidak adanya standar minimum kualitas pelayanan yang harus diberikan oleh setiap aparatur pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Beberapa peraturan perundang-undangan Indonesia telah mengatur tentang tugas dan tanggung jawab publik, namun tidak ada satu peraturan perundang-undangan tertentu yang secara khusus mengatur mengenai pelayanan publik yang berisi ketentuan minimum yang harus dipatuhi dan dipenuhi oleh instansi pelayanan publik. Dalam peraturan ini harus ditetapkan terlebih dahulu apa yang menjadi ruang lingkup pelayanan publik. Penyelenggaraan pelayanan publik pada saat ini tidak hanya meliputi kebutuhan masyarakat akan penyelesaian sengketa oleh badan-badan peradilan, tetapi meluas pada pemenuhan kebutuhan akan hak-hak dasar seperti pendidikan, kebutuhan ekonomi,pekerjaan, kesehatan, lingkungan hidup yang sehat dan lainnya.
Dengan demikian, penyelenggaraan pelayanan publik tidak hanya dapat digantungkan pada undang-undang semata. Pengembangan hukum untuk meningkatkan pelayanan publik tidak terlepas dari upaya reformasi administrasi. Pelayanan publik tidak hanya sepenuhnya diandalkan pada adanya suatu peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukumnya, tetapi perlu dilakukan reformasi administrasi yang bermuara pada pembenahan birokrasi. Reformasi administrasi meliputi : Pertama, reformasi administrasi ditujukan untuk perbaikan birokrasi. Kedua, reformasi birokrasi berkaitan dengan inovasi. Ketiga, perbaikan atas efisiensi dan efektivitas pelayanan publik merupakan tujuan dari reformasi administrasi. Keempat, urgensi reformasi dijustifikasi dengan kebutuhan untuk mengatasi ketidakpastian dan perubahan dalam lingkungan organisasi.[13]
Perilaku birokrasi dalam memberikan pelayanan publik juga menjadi perhatian utama dalam memperbaiki kinerja pelayanan. Prinsip penting adalah adanya akuntabilitas dan transparansi dalam penyelenggaraan fungsi tersebut. Beberapa persyaratan untuk mendukung reformasi tersebut adalah :
a.       Berbasis pada kedaulatan rakyat, di mana terdapat ruang bagi rakyat untuk dapat berpartisipasi dalam proses pengambilan kebijakan politik yang berorientasi pada consensus rakyat,
b.      Pembentukan kelembagaan yang sesuai dengan kebutuhan, potensi, kondisi objektif, dan karakter social ekonomi dan budaya rakyat,
c.       Perimbangan kekuasaan dalam hubungan antarlembaga yang dapat melakukan check and balances
d.      Pembagian kewenangan yang jelas di antara bidang-bidang pemerintahan sesuai dengan tugas dan fungsinya, namun memiliki sinergi satu dengan lainnya,
e.       Fungsi manajemen pemerintahan yang berdasarkan pada rasionalitas, objektifitas, efektifitas, efisiensi, dan transparansi,
f.       Lembaga legislative yang dapat meningkatkan kemampuannya dalam hal melakukan fungsi control, legislasi, dan perumusan kebijakan pemerintah,
g.      Kemampuan lembaga legislatif  untuk menjalankan fungsi control terhadap eksekutif, dan fungsi legislasi yang senantiasa didasarkan pada pemahaman dan pengakuan terhadap heterogenitas dann aspirasi rakyat,
h.      Visi, misi dan tujuan yang jelas dalam menetapkan strategi kebijakan pemerintah yang responsive terhadap perubahan rakyat.
i.        Penerapan prinsip akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Beberapa prasyarat tersebut dapat dijadikan sebagai parameter politik dalam penyelenggaraan pelayanan publik, di mana harus ada perubahan paradigm bahwa orientasi kerja birokrasi tidak lagi pada organisasi, tetapi kebutuhan dan kesejahteraan rakyat atau publik.
Sebagaimana diketahui, kinerja pelayan publik sebagai aparatur pemerintah sampai saat ini tampaknya belum maksimal. Setidaknya ada tiga masalah utama yang dihadapi oleh aparatur pemerintah, yakni sebagai berikut :
a.       Rendahnya kualitas pelayanan publik yang dilaksanakan oleh sebagian aparatur pemerintahan atau administrasi Negara. Kondisi ini karena di dalam kerangka hukum administrasi positif Indonesia saat ini telah diatur tentang standar minimum kualitas pelayanan, namun kepatuhan terhadap standar minimum pelayanan publik tersebut masih belum termanifestasikan dalam pelaksanaan tugas apatur pemerintahan.
b.      Birokrasi yang panjang dan adanya tumpang tindih tugas dan kewenangan, yang menyebabkan penyelenggaraan pelayanan publik menjadi panjang dan melalui proses yang berbelit-belit, sehingga besar kemungkinan timbul biaya tinggi, terjadinya penyalahgunaan wewenang, korupsi, kolusi, dan nepotisme, perlakuan diskriminatif, dan sebagainya.
c.       Rendahnya pengawasan eksternal dari masyarakat yang terhadap penyelenggaraan pelayanan publik, sebagai akibat dari ketidakjelasan standar dan prosedur pelayanan, serta prosedur penyampaian keluhan pengguna jasa pelayanan publik. Oleh karena itu, tidak cukup dirasakan adanya tekanan social yang memaksa penyelenggara pelayanan publik harus memperbaiki kinerja mereka.
Penelitian yang pernah dilakukan Komisi Hukum Nasional sebelumnya menunjukkan bahwa peraturan perundang-undangan yang tampaknya dipersiapkan sebagai umbrella regulation di bidang pelayanan publik yang berlaku secara nasional, juga sangat sedikit menghadirkan ketentuan-ketentuan yang secara tegas menetapkan system dan standar pelayanan atas keluhan publik (public complaints, public grievance standards, and procedure). [14]
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.   Organisasi yang menyelenggarakan pelayanan publik atau pelayanan umum dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :
a.       Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh aparat pemerintah itu sendiri dengan dasar hukum pelaksanaannya adalah Hak Monopoli sebagaimana yang terdapat di dalam Pasal 33 ayat (2) UUD 1945
b.      Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh aparat pemerintah bersama swasta. Dasar hukumnya adalah kerjasama.
c.       Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh swasta. Dasar hukumnya adalah karena adanya izin dalam arti luas. Izin dalam arti luas dapat dibedakan menjadi 4 yaitu :
(1)   Izin sempit (vergunning)
(2)   Dispensasi
(3)   Konsesi
(4)   Lisensi
2.   Ada tiga masalah utama yang menyebabkan belum maksimalnya kinerja pelayanan publik oleh aparatur pemerintah yakni sebagai berikut :
a.       Rendahnya kualitas pelayanan publik yang dilaksanakan oleh sebagian aparatur pemerintahan atau administrasi Negara dikarenakan kepatuhan terhadap standar minimum pelayanan publik tersebut masih belum termanifestasikan dalam pelaksanaan tugas apatur pemerintahan.
b.      Birokrasi yang panjang dan adanya tumpang tindih tugas dan kewenangan, yang menyebabkan penyelenggaraan pelayanan publik menjadi panjang dan melalui proses yang berbelit-belit, sehingga besar kemungkinan timbul biaya tinggi, terjadinya penyalahgunaan wewenang, korupsi, kolusi, dan nepotisme, perlakuan diskriminatif, dan sebagainya.
c.       Rendahnya pengawasan eksternal dari masyarakat yang terhadap penyelenggaraan pelayanan publik, sebagai akibat dari ketidakjelasan standar dan prosedur pelayanan, serta prosedur penyampaian keluhan pengguna jasa pelayanan publik.
B.     Saran
1.      Pelayanan umum merupakan pelayanan aparatur pemerintahan kepada masyarakat. Untuk dapat memuaskan layananan pada masyarakat diperlukan pembalikan “moral model birokrasi” dari keadaan lebih suka dilayani menuju lebih suka melayani dan harus menguasai berbagai keahlian baik keahlian manajerial maupun teknikal pelayanan prima
2.      Perlu diatur tentang standar pengelolaan keluhan publik, yang berlaku umum sehingga menjadi payung (umbrella act) bagi setiap instansi dan atau pejabat penyelenggara pelayanan publik, yang menjadi pedoman umum untuk mengelola keluhan masyarakat.

Daftar Pustaka
Adrian Sutedi, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika, Jakarta, 2010
Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah Dan Peradilan Tata Usaha Negara Di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, cetakan keempat,2007
Ratminto dan Atik Septi Winarsih, Manajemen Pelayanan Pengembangan Model Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter dan Standar Pelayanan Minimal, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,2005
SF. Marbun dan Moh.Mahfud MD, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, cetakan kelima, 2009
Zamzuri, Tindak Pemerintah (Bestuurshandeling), Al-Hikmah, Yogyakarta




[1]  Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah Dan Peradilan Tata Usaha Negara Di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, cetakan keempat,2007, hlm 1-2
[2]  Ibid
[3]  Adrian Sutedi, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm 146
[4]  Ibid, hlm 3
[5]  Ibid
[6]  Ratminto dan Atik Septi Winarsih, Manajemen Pelayanan Pengembangan Model Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter dan Standar Pelayanan Minimal, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,2005, hlm 18-20
[7] Ibid, hlm 9
[8]   Zamzuri, Tindak Pemerintah (Bestuurshandeling), Al-Hikmah, Yogyakarta, 1985, hlm 22
[9]   Ibid
[10]  SF. Marbun dan Moh.Mahfud MD, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, cetakan kelima, 2009, hlm 95
[11]  Ibid
[12]  Adrian Sutedi, Op.Cit, hlm 146- 147
[13]  Ibid, hlm 20-21
[14]  Ibid, hlm 24